Pasirkiamis, Garut-Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi usaha lokal di bidang kerajinan perabotan dapur. Hasil wawancara saya dengan salah seorang pemilik usaha yang bernama Bapak Nedi memaparkan bahwa “usaha ini telah berjalan selama puluhan tahun secara turun temurun”. Jika melihat sejarah dari para nenek moyang, peralatan yang digunakan untuk melakukan usaha ini hanya memakai peralatan sederhana seperti; gunting, tatampel, tang, jarak, palu kecil untuk melubangi, jelur, miselet, serta alat bantu lainnya. Namun seiring berkembangnya zaman, sekarang sudah beralih dengan menggunakan mesin, karena dinilai lebih mudah, peraktis dan hasilnya lebih cepat.
Bahan pokok yang digunakan untuk membuat perabotan dapur yaitu
alumunium yang dibeli langsung dari
Bandung dan Jakarta. Dalam proses peleburannya, alumunium yang sudah
dipotong-potong harus dipanaskan terlebih dahulu dengan menggunakan arang dan
mesin penggiling, lalu dipukul-pukul menggunakan palu untuk dibentuk sesuai dengan
pola yang diinginkan.
Proses pembentukan ini memerlukan waktu selama satu hari
untuk satu sampai dua buah jika menggunakan alat manual, sementara jika memakai
mesin akan menghasilkan lebih banyak dibanding dengan alat manual. Prabotan
yang dihasilkan dari pembuatan tadi bermacam-macam seperti panci, katel, teko, kastrol,
citel, seeng, mangkuk, loyang, piring, serok, dulang, sosodok dan banyak lagi. Untuk
harga per kg berkisar Rp. 50.000 sampai Rp. 70.000, tergantung jenis
perabotannya. Sementara dari bandar kepada pedagang menjual sekitar Rp. 70.000
sampai Rp. 90.000 per kg.
Setelah
hasil produksi itu jadi,
selanjutnya akan ditampung di rumah Bapak Nedi untuk dijual kembali kepada pembeli. Para
pembeli pun berdatangan untuk memenuhi pesanan pasar atau
konsumen yang dibutuhkan. Baramg tersebut dipasarkan ke berbagai daerah di
Kabupaten Garut, Tasik, Bandung, bahkan sudah sampai ke daerah Sumatera.
Para penjual itu sendiri merupakan penduduk asli dari
Pasirkiamis. Mereka memasarkan barangnya dengan cara menawarkan langsung ke
konsumen baik secara kredit maupun kontan. Ada juga yang yang di tampung di
salah satu pasar bagi yang sudah memiliki banyak relasi.
Adapun Omset yang diperoleh dari usaha ini sekitar
Rp.200.000 sampai dengan Rp. 1.000.000 setiap
bulannya, itu pun sisa dari gaji karyawan dan belanja barang.
Untuk gaji karayawan sebesar Rp. 50.000 per
hari dan sudah termasuk dengan uang makan
ujar Bapak Nedi.
Pasirkiamis kini telah menjadi sentral pembuatan
perabotan dapur, karena mayoritas masyarakatnya rata-rata memiliki profesi yang
sama. Mulai dari penyedia home industri, pedagang, serta bandar-bandar untuk
menyuplai barang ke berbagai daerah. Bukan hanya itu barang-barang yang di
hasilkan pun dinilai sangat tahan lama dan berkualitas dibanding produk dari
pasar.
Dengan adanya usaha ini, secara ekonomis masyarakat sangat
terbantu dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sayangnya belum dimanfaatkan secara
optimal karena terkendala oleh modal dan proses pemasaran yang belum tersistem.
Jika ada investor yang berani menanamkan sahamnya untuk dijadikan sebagai
perusahaan besar, maka diperkirakan Pasirkiamis akan menjadi daerah yang
memiliki potensi usaha lokal di bidang kerajinan perabotan dapur.