Tuesday, November 18, 2014

Filosofi Suling

Filosofi Suling
Arti Kata Suling
Dalam bahasa Dwipantara (Indonesia kuno) SU LA HYANG adalah “ketentuan dari para pemimpin yang benar atau “ketentuan yang memimpin pada kebenaran". Setelah terjadi evolusi bahasa yang berlangsung selama ratusan tahun maka berubah menjadi SU LING dengan demikian kata SULING telah berubah makna menjadi “Eling sangkan bener" (mawas diri demi kebenaran) SU = Benar ; LING = Kependekan kata dari LA HYANG yang artinya LA = Ketentuan, sedangkan HYANG = Pemimpin .
Bentuk Suling
Pada dasarnya suling merupakan perumpamaan, penggambaran dari sosok manusia Dwipantara yang menggunakan ikat kepala.
Filosofi Suling
"Mahluk Manusia" bagi bangsa Dwipantara adalah sosok yang mempunyai “enam lubang kehidupan” (hirup – hurip) yaitu : mata, hidung, mulut, telinga, alat kelamin serta anus. Ke enam lubang tersebut tidak ada yang buruk. Semua Lubang adalah bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dan harus diatur oleh disiplin kehidupan (adab). Manusia harus tahu kapan waktu membuka dan kapan waktunya menutup, kapan waktunya memasukkan dan kapan waktu membuang. Semua diatur oleh nilai – nilai beradab yang tidak boleh dilanggar demi mencapai “Hirup nu Huri” (Bahagia, Tentram dan Damai ) itulah pengertian atas “ Manusia Beradab  bagi bangsa dwipantara.
Kandungan Nilai – Nilai Permainan Suling
Mirip bahkan serupa dengan konsep “Keris manjing Sarangka” atau “Ngaraga Sukmayaitu berpadunya jari tangan kiri – kanan ; atas – bawah, tidak ada lengan baik atau lengan buruk, yang ada adalah kesatuan memanunggalnya kiri dan kanan di dalam hirup (tarikan napas, hidup). Pengaturan Napas (masuk dan buang) merupakan konsep penataan hidup, disiplin, mawas diri dan sadar atas keterikatan diri (hirup) dan renghap (napas). Maka ketika kanan-kiri berpasangan memainkan irama kehidupan lahirlah suatu gelombang suara penuh perhitungan dan perasaan dan merupakan konsep harmoni yang serupa dengan tata keseimbangan alam, jiwa dan raga, langit dan bumi, air dan api, baik dan buruk. Tiga jari tangan kanan-kiri yang mengatur nada pada lubang suling merupakan symbol Trisula (3 ketentuan yang benar). Dahulu “Suling” harus dimainkan dengan menggunakan Trisula yang penuh perasaan dan perhitungan agar mampu mencapai kemanunggalan Upasaka Panca niti:
1. Niti Harti (tahap mengerti)
2. Niti Surti (tahap memahami)
3. Niti Bukti (tahap membuktikan)
4. Niti Bakti (tahap membaktikan)
5. Niti Jati (tahap kesejatian, manunggal dengan Allah)
Setelah mendapatkan Pusaka Panca niti manusia akan terbebas dari keduniawian “mulang ka asal mulih ka jati” yang artinya bukan hanya kematian, melainkan menjadi dewa-sa (bersatu dengan cahaya. Pulang kepada asal muasalnya diri dan kembali kepada Jati dirinya, inilah yang disebut Mawas Diri, tahu diri rasa – rumasa (Rasa = manunggal Cahaya, Rumasa = manunggal cahaya ibu / Pertiwi ).
Jadi pada intinya dalam suling tersebut terdapat beberapa nilai-nilai kemanusiaan yang harus kita ketahui bahwa dalam suling menggambarkan sesosok manusia yang mempunyai ikat kepala dan mempunyai enam lubang kehidupan (hirup – hurip) yaitu: mata, hidung, mulut, telinga, alat kelamin serta anus. Keenam lubang tersebut tidak ada yang buruk. Semua lubang adalah bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dan semua lubang harus diatur oleh
disiplin kehidupan (adab). Manusia harus tahu kapan waktu membuka dan kapan waktunya menutup, kapan waktunya memasukkan dan kapan waktu membuang. Semua diatur oleh nilai – nilai beradab yang tidak boleh dilanggar demi mencapai “Hirup nu Hurip “ (Bahagia, Tentram dan Damai).





Kumpulan Puisi Karya Bersama

Kumpulan Puisi Karya Bersama

    Terbelenggu Waktu
Telah lelah aku berlalu
dalam diam ku membisu
dalam angan ku berpacu
dalam waktu aku tak tahu

suram selalu berjibaku
dalam benaku yang kaku
sungguh aku malu
pada langkahku yang meragu

saatku membuka pintu
aku hanya bisa terdiam membisu

aku tak tahu
aku tak mau
aku tak mampu
mengatur waktuku

hingga aku terbelenggu
oleh sang waktu 


A. M
Garut, ‎29 ‎Nopember ‎2013


  Siapa Aku?

Kawan, Jika Engkau bertanya, siapa aku?
Aku selalu terdiam memikirkan hal itu
jika Engkau bertanya siapa aku
Aku selalu merintih Menahan rasa malu

Bahkan aku juga bertanya-tanya
Aku ini siapa?
Asalku dari mana?
dan akan kembali kemana?

Sungguh aku tak bisa menerka
aku seperti terbuang,
terasingkan di negri orang
aku tak bisa berbuat apa
selain kehendak-Mu Tuhan

Orang bilang aku ini dilahirkan dari negri sebrang
dari keturunan anak bangsawan
yang sering disebut darah biru
ya, itulah sebutan keluargaku

Namun apakah aku pantas? 
tidak Tuhan, aku tidak punya semua itu
lalu aku ini siapa?
Entahlah. . .

aku masih bertanya,
bertanya tentang diriku yang sebenarnya
siapa aku? dan siapakah aku sebenarnya?

A. M
Garut, ‎07 ‎Nopember ‎2013




Aromanis Senja
ingat saat kau dan aku duduk berdua
di sana
di suatu tempat, di tepian danau
berdua
berbincang
berbincang apa saja
tentang kita, juga lainnya
disela kata, sesekali kulihat keningmu mengkerut
"silau" katamu
aku tersenyum, lucu tingkahmu
disela tawa, kau pinta belikan aromanis dengan manja
"ah malu, lagi pula khawatir kau batuk karena itu" ujarku
tak lama kau cepat menyela
"biar, tak apa. aku suka itu, enak. manis rasanya"
perlahan
kau cubit bantalan merah muda itu
harumnya menggoda penciumanku
namun, tak sedikitpun aku berani mengusik
mengusik keceriaan wanita cerdas nan dewasa yang kala itu menjelma dalam rona wajah tanpa tanda tanya
candanya
senyumnya
gerakannya, sekecil apapun, amat sederhana
polos
begitu anggun
begitu memukau
seakan ia kembali pada masa kecil dulu
masa dimana ia berlari-lari kecil disore hari dengan teman sebaya
atau saat ia duduk manis di teras rumahnya
ya, aku memang tahu
semua tentangnya terpatri dalam ingatan
seraya tersipu, kau tawarkan jajanan itu padaku
"tidak, cukup kau saja yang nikmati aromanis itu" ujarku kelu
setelahnya
di pelataran senja muda
dengan hati berbunga
kita panjatkan satu doa yg sama
lalu kembali pada mereka
guna dapatkan restu tuk bahagia

Yoga Yudistira

Agustus 2013

Sunday, November 9, 2014

Kumpulan Video Klip Islami