Showing posts with label makalah SENI BERBICARA DALAM KAMPANYE POLITIK. Show all posts
Showing posts with label makalah SENI BERBICARA DALAM KAMPANYE POLITIK. Show all posts

Sunday, August 2, 2015

SENI BERBICARA DALAM KAMPANYE POLITIK



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berbicara merupakan aktivitas rutin kita sehari-hari. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tahan untuk tidak berbicara. Kemampuan berbicara diyakini dapat meningkatkan kualitas eksistensi dan aktualisasi seseorang di tengah-tengah lingkungannya. Kemampuan orang dalam berbicara dapat menjadikan orang itu memiliki daya tarik dan pesona luar biasa bagi orang lain, sehingga ia menjadi idola yang didambakan oleh banyak orang.
Pembicaraan yang akan dapat meningkatkan kualitas eksistensi (keberadaan) kita di tengah-tengah orang lain, bukanlah sekadar berbicara, tetapi berbicara yang menarik (atraktif), bernilai informasi (informatif), menghibur (rekreatif), dan berpengaruh (persuasif). Dengan kata lain, kita mesti berbicara berdasarkan seni berbicara yang dikenal dengan istilah retorika.
Retorika adalah seni berkomunikasi secara lisan yang dilakukan oleh seseorang kepada sejumlah orang secara langsung bertatap muka. Pada kesempatan ini, kita akan sama-sama membahas mengenai “Seni Berbicara dalam Kampanye Politik”. Kampanye politik juga memerlukan seni berbicara dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat agar dapat menarik perhatian banyak orang.
Seni berbicara dalam kampanye politik ini harus mempunyai pembeda dari yang lain. Adapun hal yang harus diperhatikan dalam berkampanye yaitu kita harus bisa mengerti keadaan orang lain. Dalam perkataan juga harus mempunyai etika, lembut, baik, benar dan rendah hati serta tidak mengada-ada tapi berbicara jujur itu lebih baik sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhamad SAW ketika menyampaikan kampanye (dakwah) sampai akhirnya bisa berjalan dengan sukses.
B.     Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan politik dan bahasa?
b.      Bagaimana karakteristik bahasa politik?
c.       Bagaimana seni berbicara dalam kampanye politik?
d.      Bagaimana kiat-kiat berbicara dalam kampanye politik?
e.       Apa rahasiah kesuksesan kampanye (dakwah) Rasulullah SAW?
C.    Tujuan
a.       Untuk memberikan informasi mengenai hubungan politik dengan bahasa.
b.      Untuk memberikan informasi mengenai karakteristik bahasa politik.
c.       Untuk memberikan informasi mengenai seni berbicara dalam kampanye politik.
d.      Untuk memberikan informasi mengenai kiat-kiat berbicara dalam kampanye politik.
e.       Untuk memberikan informasi mengenai rahasiah kesuksesan kampanye (dakwah) Rasaulullah SAW.















BAB II
PEMBAHASAN
A.    POLITIK DAN BAHASA
 Secara  sederhana, politik dapat diartikan strategi yang dilakukan untuk mendekatkan umat manusia (masyarakat) pada kebenaran dan kebaikan untuk menjauhkan mereka dari kebatilan dan keburukan, salah satu komponen yang sangat berperan dalam menacapai tujuan politik tersebut adalah komunikasi. Melalui komunikasi politik, visi dan misi sebuah institusi atau lembaga politik dan tersampaikan.
Dalam kehidupan bernegara, politik seakan-akan telah terjadi telah menjadi universal bagi kehidupan masyarakat, karena hampir semua persoalan kehidupan tidak akan bisa lepas dari politik. Semua masalah adalah masalah politik. Politik adalah masalah kekuasaan untuk membuat keputusan, , mengendalikan sumber daya, mengendalikan perilaku orang lain dan sering juga mengendalikan nilai-nilai yang dianut orang lain. Bahkan keputusan-keputusan biasa yang dibuat dalam kehidupan sehari-hari pun bisa dipandang dari sudut politik.
Politik bisa mencakup banyak jenis kegiatan, antara lain:
a.       Proses pembuatan kegiatan nasional (politik pemerintahan)
b.      Kesetaraan gender (politik seksual)
c.       Persaingan dalam kelompok yang erat jalinannya, seperti persaingan antar rekan sekantor dalam memperebutkan jabatan, yang biasanya dilakukan dengan membocorkan atau menyimpan rahasia (politik kantor)
d.      Cara orang menegosiasikan peran yang harus mereka jalankan dalam kehidupan pribadi mereka (termasuk juga masalah gender)
e.       Sejarah dari system politik
f.       Kegiatan-kegiatan yang terkait dengan transportasi, pemukiman, dan konsumsi yang bias mempengaruhi lingkungan (politik lingkungan), maka kita sebenarnya tidak bisa lepas dari masalah poitik
Dalam kancah perpolitikan dewasa ini (di Indonesia), dimana batasan-batasan normatif dan etika politik dengan mudah dilangkahi dan diabaikan, sulit ditemukan pola komunikasi yang rasional. Diperparah lagi oleh logika politik masyarakat yang cenderung pragmatis dan taklid (ikut-ikutan atau membeo) dengan warna sektarian yang kental, maka berlaku kaidah hukum rimba: siapa kuat dia menang. Jika kaidah hukum rimba ini dibawa kedalam konteks politik modern, kaidah tersebut dapat diterjemahkan kedalam beberapa ragam kaidah, seperti: siapa kuat uangnya, siapa dominan teriakannya, siapa lihai menipu dia menang, dan sebagainya. Namun kaidah ini akan menjadi sampah yang tidak berguna manakala masyarakat politik bertambah dewasa, cerdas, dan bertambah rasional. Kedewasaan masyarakat inilah yang sangat ditakuti oleh praktisi politik primitif. Oleh karena itu, pada kondisi masyarakat politik yang dewasa, cerdas, rasionallah, komunikasi politik yang cerdas menemukan milieunya.
Keberhasilan komunikasi politik sangat ditentukan oleh kemampuan menggunakan bahasa untuk menyampaikan pesan-pesan politik. Kemasan bahasa politik memiliki karakteristik tersendiri sebagaimana dijelaskan pada bagian berikut.
B.      KARAKTERISTIK BAHASA POLITIK
Ragam bahasa politik memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik yang akan dipaparkan berikut belum mencakup pada keseluruhan karakteristik bahasa politik, namun secara umum sudah dapat menjadi pembeda dari ragam bahasa lainnya. Berikut adalah karakteristik yang dikemukakan oleh Orwell (dalam Thomas, 2006: 63) dan Nimmo (2005):
1.         Menggunakan Implikasi
Salah satu tujuan yang hendak dicapai oleh politikus adalah membujuk para pendengar untuk percaya terhadap validitas dan klaim-klaimnya dengan cara menggunakan implikasi.
Implikasi adalah cara pendengar untuk memahami sendiri asumsi-asumsi sebuah informasi tanpa harus mengungkapkan asumsi-asumsi tersebut secara eksplisit. Dengan kata lain, Implikasi adalah informasi tambahan yang direduksi dari sebuah informasi tertentu. Implikasi juga dapat digunakan untuk membuat orang yang secara tidak sadar menerima pendapat begitu saja yang sebenarnya masih bisa diperdebatkan lagi.
Contoh kalimat implikasi:
·         Letakan kepentingan negara di atas kepentingan partai dalam pemilu ini. (implikasi pernyataan ini adalah bahwa selama ini bahwa kepentingan partai lebih didahulukan daripada kepentingan negara).
·         Mari membawa perubahan. (Penguasa sebelumnya belum membawa perubahan apa-apa atau gagal dalam kemajuan).
·         Saatnya hukum melindungi seluruh rakyat. (selama ini hukum berpihak pada kelompok tertentu).
·         Saatnya menegakkan kebenaran dan keadilan demi kemajuan bangsa. (kebatilan dan kezaliman selama ini telah melemahkan dan menyebabkan kemunduran suatu bangsa).
·         Jangan berikan lagi kepada koruptor untuk mengelola negara kita. (pengelola negara sebelumnya adalah koruptor)
2.      Menggunakan Bahasa Persuasif
Bahasa politik lebih banyak menyentuh aspek emosi ketimbang rasio. Kekuatan persuasi politik tidak terletak pada kebenaran argumentasi yang disertai data-data akurat saja, tetapi pada kemampuan untuk mempengaruhi jiwa dalam menerima atau menolak sesuatu. Orwell (dalam Thomas 2006: 63) mengatakan bahwa bahasa politik sebagian besar terdiri atas eufemisme, pendapat-pendapat yang patut dipertanyakan lagi dan ungkapan-ungkapan yang tidak jelas. Orwell juga mengajukan beberapa aturan penggunaan bahasa yang harus diterapkan para politikus demi mewujudkan komunikasi yang jelas, jujur dan mudah dipahami, yaitu:
a.       Jangan menggunakan metafora atau gaya bahasa lain yang sudah biasa ada di media cetak.
Maksudnya bahwa si pembicara mengatakan sesuatu padahal tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya berkata angan-angan saja tanpa dibarengi dengan bukti-bukti yang dipertanggungjawabkan. Contoh: “masyarakat adil makmur” itu hanya utopia atau hanya angan-angan kosong. Oleh karena itu, gunakanlah frase lain yang lebih inovatif, misalnya: “masyarakat peradaban”, bangsa maju dan mandiri”, dan sebagainya.
b. Jangan menggunakan kalimat yang panjang jika kata yang pendek pun mampu mengemukakan maksud yang sama.
c. Kalau ada kata yang tidak perlu digunakan, buang saja kata itu.
d. Jangan menggunakan bentuk pasif, jika masih bisa menggunakan bentuk aktif. e. Jangan menggunakan istilah asing, istilah ilmiah atau jargon jika ada padanan kata dalam kosakata sehari-hari yang maknanya sama.
f. Semua aturan di atas lebih baik dilanggar daripada harus mengatakan hal-hal yang buruk.
3.      Menggunakan Kosakata Konkret
 “Perekonomian” adalah istilah yang banyak disebutkan dalam pidato-pidato politik. Perekonomian bukanlah sesuatu yang konkret, melainkan sebuah model abstrak yang digunakan untuk mempermudah pemikiran terhadap banyak data finansial yang bermacam-macam jenisnya, termasuk di dalamnya tingkat inflasi, pola ketenagakerjaan dan pola pengeluaran masyarakat. Namun, dengan menggunakan kata sifat “kuat”, maka pendengar diminta untuk membayangkan bahwa perekonomian ini seperti binaragawan berotot kekar atau seperti organisme tanaman yang sehat atau hewan yang gemuk dan kuat karena mendapatkan makanan yang cukup. Dengan cara ini, kita bisa mendapatkan gambaran yang konkret dan bukan sekadar gambaran tentang daftar angka dan grafik. Mungkin memang aneh ketika sederet angka statistik dipandang sebagai “kuat” seperti binaragawan atau tanaman. Tetapi, gaya bahasa seperti ini sangat umum digunakan.
4.      Menggunakan Pernyataan dalam Tiga Bagian
 Salah satu cara yang banyak digunakan dalam retorika politik adalah “pernyataan dalam tiga bagian”. Ini adalah sebuah strategi linguistik di mana hal-hal yang diutarakan dikelompokkan tiga-tiga. Pengelompokkan menjadi tiga seperti ini terasa lebih estetik. Salah satu contoh dari pernyataan politik dalam tiga bagian adalah slogan “Liberte”, “Fraternite”, “Egalite” (Kebebasan, Persaudaraan, Persamaan). Perhatikan pula contoh berikut:
·         Upaya untuk menciptakan Indonesia yang bersatu secara politik adalah saling mengenal, memahami, dan saling menolong.
·         Ini adalah hasil dari empat tahun yang disia-siakan oleh partai-partai hipokrit karena pemborosan, kemalasan, dan kelemahan mereka.
·         Kita tahu Indonesia ini miskin, lemah, dan papa, tetapi keputusasaan, dan kegamangan adalah bagian lain dari penderita itu. Oleh karena itu, kerja ikhlas, kerja cerdas, dan kerja tuntas adalah solusinya.
·         Semboyan dakwan kita tahun ini adalah kokohkan pembinaan, perluas dakwah, dan raih kemenangan.
5.      Menggunakan Pronomina
 Pronomina atau kata ganti yang digunakan untuk menyebut pembicara dan juga menyebut pendengar dapat digunakan untuk mengedepankan atau menyembunyikan agen (orang atau partai yang melakukan tindakan tertentu). Sudah barang tentu hal itu dilakukan dengan maksud baik demi perbaikan kondisi masyarakat, bangsa dan Negara, bukan demi kepentingan dan keselamatan diri atau kelompoknya. Perhaatikan perubahan dari “kami” menjadi “saya” dalam ucapan berikut ini.
·         Seperti yang telah kami umumkan kemarin malam, kami tidak akan menyerang prajurit tanpa senjata yang akan bergerak mundur.
·         Sejak awal dari operasi udara, hampir enam minggu yang lalu, saya sudah mengatakan bahwa upaya kami telah berjalan sesuai dengan jadwal. Pagi ini dengan senang hati saya umumkan bahwa operasi yang dijalankan koalisasi telah lebih awal dari jadwal. Kuwait akan bebas tidak lama lagi.
Satu hal yang bisa menjelaskan mengapa kata ganti “kami” berubah menjadi “kami” berubah menjadi “saya” atau sebaliknya adalah dalam membicarakan masalah yang kontroversial menggunakan “kami” agar dengan begitu tidak jelas siapa pelakunya. Akan tetapi, ketika membicarakan hal yang lebih pasti, lebih positif dan menguntungkan, maka digubakan dengan kata “saya” agar jelas bahwa dirinya penyebab semua kebaikan dan cara positif itu. Itulah karakteristik dan budaya individualistik.
Dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang majemuk, ditandai oleh budaya Pternalistik dan gotong-royong yang kental, penggunaan kata ganti “saya” atau menyebut diri sendiri berkaitan dengan kebaikan yang dilakukan terkesan ada unsur penonjolan diri. Sebagai penggantinya, digunakanlah kata ganti “kami” yang lebih memberi kesan kebersamaan dan penghalusan makna.
C.    SENI BERBICARA DALAM KAMPANYE
      Banyak definisi yang dikemukakan orang tentang kampanye. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonsia (KBBI,2005:498), kampanye adalah sebagai berikut :
1.      Gerakan (tindakan) serentak (untuk melawan, mengadakan aksi, dsb)
2.      Kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam parlemen dan sebagainya untuk mendapat dukungan massa pemilih dalam suatu pemungutan suara. Roger dan storey (dalam venus, 2007:7) mendefinisikan kampanye sebagai “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dalam tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu’’.
Apabila arena politik dalam maknanya yang luas diasosiasikan sebagai arena pertarungan atau peperangan untuk mencapai tujuan-tujuan politik dari lembaga-lembaga politik maka berkampanye merupakan salah satu medan “pertempuran” dengan senjata utamanya adalah bahasa. Kalau dalam peperangan berlaku kaidah umum peperangan ’peperangan adalah tipu daya maka lakukan yang anda mau’, maka dalam kampanye kaidah tersebut dapat diberlakukan dengan makna yang lebih spesifik, yaitu melakukan olah bahasa dengan segala daya upaya untuk meyakinkan khalayak atau audiensi akan tujuan-tujuan politik dalam kampanye tersebut. Ini berarti pula dalam kampanye bahwa dalam berkampanye, kekuatan utama terletak pada kemampuan komunikasi dengan meramu bahasa sedemikian rupa dengan memanfaatkan media yang tersedia sehinga audiensi tertarik, simpati, dan akhirnya mendukung dan bergerak sesuai dengan pesan yang disampaikan dalam kampanye tersebut.
D.    KIAT BERBICARA DALAM KOMPANYE POLITIK
Kiat Pertama: Meningkatkan Kredibilitas Orator dalam Berbicara.
Dalam kampanye politik, gaya persuasif merupakan gaya komunikasi yang paling menonjol. Kesuksesan penggunaan gaya persuasif dipengaruhi oleh banyak faktor dan faktor yang paling kuat pengaruhnya adalah kredibilitas orator politiknya. Berikut ini ada beberapa cara meninggikan kredibilitas orator.
a.       Memiliki pengetahuan dan kepakaran dalam bidang yang sedang dibicarakan. Dengan cara yang halus, selipkan informasi bahwa kita memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam perkara yang dibicarakan dengan memberikan informasi judul buku, hasil penelitian, majalah nama pakar atau tokoh yang menjadi rujukan pembicaraan. Oleh karena itu berbicaralah dalam perkara yang diketahui saja. Jika mendapat pertanyaan yang kita tidak diketahui, maka katakanlah secara jujur kepada audiensi bahwa kita masih perlu belajar tentang pekara itu. Membaca buku-buku dan bahan-bahan sebelum berbicara merupakan tahap yang tepat untuk meninggikan pengetahuan dan meningkatkan kepakaran. 
b.      Jangan katakan bahwa kita mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman secara eksplisit. Tapi yakinkan mereka dengan bahasa yang halus bahwa kita mempunyai pengetahuan. Pada umumnya, orang Indonesia (Melayu) tidak menyukai seseorang yang menyebut-nyebut kelebihan dirinya karena memberi kesan angkuh.
c.       Berhati-hatilah bila menyebut nama tokoh dan pakar. Sebutlah nama secara benar. Demikian juga bila menggunakan istilah asing, (bahasa Arab, Inggris, Prancis, dsb). Istilah-istilah teknis dibidang tertentu, ucapkanlah dengan lafal yang benar dan tepat itu sudah lebih dari cukup untuk menunjukan bahwa kita memiliki pengetahuan dalam perkara yang dibicarakan.
d.      Berlaku adil dan objektiflah dalam berbicara. Sebutkan sisi kelebihan dan kelemahan, kebaikan dan keburukan suatu perkara dengan adil. Dengan cara ini, orang yang kita pengaruhi bahwa orator adalah orang cerdas, adil dan matang.
e.       Sampaikan kepada audiensi bahwa kita memperjuangkan hal-hal besar demi kepentingan bersama, bukan kepentingan kelompok apalagi karena kebencian pada seseorang atau kelompok tertentu.
f.       Sampaikan banyak pikiran dan pendapat yang disetujui oleh audiensi. Sebutkan satu per satu yang disetujui itu.
g.      Katakan kepada audiensi bahwa kita sangat mendukung kepentingan mereka dan berusaha menyelesaikan permasalahan-permasalahan mereka, seperti masalah ekonomi, pendidikna, tanah, dan lain-lain.
h.      Gunakan bahasa positif dan optimis. Jauhi gaya negatif, kritik dan menyudutkan orang lain. Para pakar fsikologi menyimpulkan bahwa pada umumnya manusia mudah terpengaruh dengan orang yang berbicara masa lalu. Oleh karena itu sampaikanlah rencana-rencan masa depan dan apa keuntungannya bagi audiensi.
i.        Ulangi beberapa kali poin penting yang diperjuangkan dan yakinkan audiensi bahwa kita rela berkorban apa saja yang diperjuangkan.
Kiat Kedua: Meninggikan Daya Pengaruh
Dalam kampanye, kekuatan daya pengaruh merupakan kunci keberhasilan. Ada dua hal yang menjadi faktor tingginya daya pengaruh seseorang yaitu:
a.       Kredibilitas
      Kredibilitas adalah sejauh mana seseorang  dapat dipercaya. Semakin tinggi kredibilitas seseorang, semakin mudah diterima pendapat-pendapatnya.
Diantara faktor-faktor yang dapat meninggikan kredibilitas adalah budi pekerti, pendidikan, prestasi, jabatan, banyaknya sahabat dan kenalan. Hal-hal yang dapat menurunkan kredibilitas antara lain: terlalu emosional, tidak objektif, ekstrem, tidak toleran, berdusta, terlalu banyak bergurau, menghujat, menjelek-jelekan orang lain, berbahasa kasar, menuduh tanpa bukti, dan lain-lain. Kredibilitas seseorang bukanlah produk jangka pendek dalam kehidupannya. Kredibilitasi seseorang merupakan rangkaian sejarah kepribadiannya, pengaruh-pengaruh kebajikannya, dan keharuman budi pekertinya. 
b.      Disukai
      Manusia mudah terpengaruh oleh kata-kata orang yang disukainya. Supaya menjadi pribadi yang disukai dalam berbicara, maka manfaatkan hal-hal yang mengandung banyak persamaan dengan audiensi (mungkin persamaan suku, bahasa, pekerjaan, hobi, nilai yang dianut, usia dan sebagainya). Penampilan yang menarik juga merupakan faktor penting yang disukai.
      Berdasarkan kajian psikologis, ada beberapa faktor tambahan yang perlu diperhatikan supaya kita menjadi lebih berpengaruh, yaitu:
1.      Manusia lebih mudah terpengaruh oleh yang tinggi tubuhnya, faktor ini sukar diubah. Apabila ingin tampil dalam kampanye, maka gunakan pakaian yang memberi citra “tinggi” dan berwibawa. Biasanya, pakaian yang bercorak garis-garis vertikal memberi kesan “tinggi” bagi pemakainya.
2.      Manusia mudah terpengaruh oleh orang yang tidak mempunyai kepentingan pribadi pada apa yang dibicarakannya.
3.      Manusia mudah  terpengaruh oleh orang yang berfikir praktis, realistis, dan objektif, tidak terlalu idealis.
4.      Manusia mudah terpengaruh oleh kata-kata orang yang berilmu dan  pakar dalam perkara yang dibicarakannya.
5.      Manusia mudah terpengaruh oleh kaa-kata orang yang berpengalaman, terutama pengalaman yang sama atau mirip dengan pengalaman audiensi.
6.      Manusia mudah terpengaruh oleh orang yang berargumen dengan menggunakan bahasa yang benar, baik, sistematis, lancar, mudah, dan sederhana.
      Selain hal-hal di atas, hal lain yang sangat penting dan mendasar yang menjadi kekuatan super hebat yang menyebabkan orang lain mudah dipengaruhi adalah tingginya kualitas hubungan kita dengan sang pembolak-balik hati manusia, yaitu kekuatan hubungan dengan Allah SWT.
Kiat Ketiga: Mempertajam Argumen
Dalam hubungannya dengan ketajaman argumentasi, ada beberapa hal yang membuat orang suka mendengarkan pembicaraan:
a.       Bila informasi yang disampaikan sesuai dengan apa yang dipercayai. Mulailah argumentasi dengan hal-hal yang sudah dipercayai oleh audiensi atau yang serupa dengan itu, tetapi bila tujuan utama pembicaraan adalah membalik kepercayaan mereka, maka teruskanlah argumentasi yang semakin lama semakin menjauh dari kepercayaan mereka.
b.      Gunakan dua sudut pandang (positif - negatif) sekaligus apabila berbicara di depan audiensi yang bependidikan. Sebelum mengemukakan sudut pandang negative berupa kelemahan dan kekurangan sesuatu, terlebih dahulu sampaikan sudut pandang positif berupa kelebihan dan kebaikannya. Dengan menggunakan sudut pandang ini, seseorang akan dipandang sebagai orang yang rasional, logis, dan objektif. Selanjutnya, audiensi akan lebih bersedia menerima pandangan-pandangan pembicara.
c.       Jangan terlalu menakut-nakuti orang yang hendak dipengaruhi. Argumen yang terlalu atau terlampau menakuti audiensi menyebabkan mereka tidak mau mendengarkan pembicaraan. Cukuplah menjadikan mereka ragu dan khawatir dengan sesuatu sehingga mereka bersedia memikirkannya.
Kiat Keempat: Menjaga Adab Berbicara
Beberapa adab berbicara dalam kampanye yang dapat menambah keefektifan pembicaraan adalaah:
a.       Jangan menggunakan bukti-bukti palsu, yang direka-reka, yang dibuat-buat, diputarbalikan, atau yang disalah tafsirkan.
b.      Jangan menggunakan argumen, alasan, atau hujah yang terlalu umum. Misalnya, pilihlah partai anu karena akan mampu menyelesaikan masalah bangsa, tetapi pilihlah partai anu karena partai ini akan menyelesaikan masalah penyerobotan tanah yang saudara alami.
c.       Jangan memberi gambaran palsu tentang diri sendiri.
d.      Jangan memburuk-burukan pihak lawan.
e.       Jangan memprovokasi audiensi karena hal ini akan menimbukan kemarahan, kebencian, permusuhan, dan kerusakan.
f.       Jangan memberi label yang malampaui batas kepada pihak lawan, misalnya: label kafir, munafik, zalim, dan sebagainya. Akan tetapi, sampaikanlah kasus-kasus kekafiran kezaliman, kemunafikan pihak-pihak yang melakukan hal itu, lalu bantulah audiensi untuk menyimpulkannya sendiri.
g.      Jangan berdusta.
h.      Jangan menyampaikan pendapat yang kita sendiri tidak menyakininya.
i.        Jangan memberi kesan yakin pada sesuatu yang masih meragukan.
j.        Jangan menjerumuskan diri pada isu-isu rumit dan kompleks, padahal kita tidak menguasainya.
k.      Sesuaikan gaya penyampaian dengan karakteristik psikologis audiensi. Kepada orang-orang yang logis-objektif, berbicaralah secara logis; kepada orang yang emusional-subjektif, berbicaralah yang sesuai dengan emosi mereka.
Kiat Kelima: Memahami Karakteristik Intelektual dan Psikis Audiensi
Kepada audiensi dari kalangan intelektual dan berpendidikan tinggi, gunakanlah panduan berikut:
a.       Gunakan bukti yang kuat dan banyak.
b.      Gunakan bukti terbaru.
c.       Gunakan bukti yang lebih kuat
d.      Gunakan isu yang selaras dengan pemikiran mereka.
e.       Gunakan laporan ilmiah dari pakar atau lembaga yang terpercaya.
f.       Gunakan testimony, kesaksian, atau pernyataan dari orang yang berpengaruh.
g.      Jaga kreadibilitas.
Kepada audiensi dari kalangan dogmatis, gunakanlah gaya persuatif tawar menawar, menunjukan keuntungan bagi audiensi dan manfaatkan karisma pemimpin mereka.
Ciri-ciri kalangan dogmatis adalah:
a.       Selalu berprasangka buruk dan negatif. Mereka percaya bahwa tidak ada orang lain yang benar-benar baik, karenanya tidak ada orang lain yang boleh dipercaya.
b.      Selalu yakin pada para pemimpinnya. Bagi mereka, pemimpin memiliki otoritas dan karenanya pendapat pemimpinlah yang paling benar, sah, dan dipatuhi.
c.       Yakin bahwa keputusan hanya boleh diambil oleh pemimpin dan pakar saja. Rakyat biasa, rakyat biasa, orang-orang bawahan tidak layak membuat analisis, karena tugas orang biasa adalah menjalankan tugas pemimpin.
d.      Mereka akan menentang pandangan yang tidak selaras dengan ide-ide mereka.
e.       Apabila sudah menganut satu pendapat, maka mereka akan mempertahankanya mati-matian walaupun terbukti bahwa pendapat itu salah.
f.       Mereka yakin bahwa di dunia ini hanya ada satu pendapat yang benar, yang lain salah. Dengan kata lain, tidak ada dua pendapat atau dua cara yang sama-sama betul.
g.      Mereka yakin bahwa sesuatu yang sudah terbukti benar dahulunya, tetap benar sekarang, dan sampai kapanpun tetap benar. Mereka tidak akan bisa menerima perubahan apapun dari kebiasaan-kebiasaan lama yang sudah mentradisi.
h.      Senang menggunakan bahasa yang keras, agresif, sarkastis, dan cenderung menghakimi.
Kiat keenam: Mengoptimalkan Perubahan Keyakinan
Bila ingin memperbesar dukungan politik, maka kampanye diarahkan untuk mengoftimalkan perubahan keyakinan. Pada umumnya, kaum intelektual lebih mudah diyakinkan dan mudah berubah, sedangkan kaum dogmatis relative lebih sulit berubah. Oleh karena itu, jangan habiskan dan jangan buang-buang waktu dengan memprioritaskan audiensi yang sukar berubah tersebut.
Jenis-jenis keyakinan yang mudah diubah adalah: 

a.       Keyakinan primitif kolektif
Keyakinan primitif adalah keyakinan yang sudah dijadikan pegangan hidup, contohnya akidah dan keyakinan seseorang. Keyakinan primitife ini akan menjadikan seseorang akan bersifat fanatik. Setiap kelompok, bangsa, perkumpulan, organisasi memiliki keyakinan primitife kolektif. Keyakinan jenis ini sulit diubah bahkan hampir tidak dapat diubah.
      Pendukung sesuatu organisasi yang berkeyakinan seperti ini percaya bahwa hanya organisasinya yang paling layak dan berhak dan menjalankan pemerintah. Bila tidak, maka bangsa dan negara  akan hancur. Perlu dicatat bahwa jumlah penganut kepercayaan seperti ini dalam satu organisasi, tidak banyak.
b.      Keyakinan primitif individual
Keyakinan seperti ini bersifat sangat individual. Contohnya, keyakinan bahwa dirinya yang lebih layak memimpin, sedangkan orang lain tidak.

E.     RAHASIA KESUKSESAN KAMPANYE (DAKWAH) RASULULLAH SAW
Apa pun gaya, cara, dan sarana kampanye yang digunakan untuk mendapat dukungan politik seperti dikemukakan di atas, tidak akan berpengaruh signifikan apabila berhenti pada keindahan bahasa dan retorika belaka. Kelak akan tetap bercokol kesan masyarakat tentang kampanye bahwa ia hanyalah sebuah ajang obral janji dan pembicaraan muluk-muluk tanpa bukti.
Sebenarnya ada gaya kampanye yang paling efektif dan paling berpengaruh. Gaya ini bukan gaya baru, melainkan gaya klasik yang telah dicontohkan oleh Sang Manusia Teladan, Rasulullah Muhammad saw. Ketika beliau ‘menyampaikan’ Islam di tengah-tengah masyarakat jahiliah yang cenderung memusuhi beliau saw. ternyata kampanye yang beliau lakukan menuai kesuksesan yang sangat luar biasa. Hanya dalam kurun waktu 23 tahun, di Jazirah Arab telah berdiri kokoh sebuah peradaban yang mampu merobohkan kebatilan dan kezaliman menjadi kebenaran dan keadilan. Rahasia kesuksesan “kampanye” Rasulullah saw. Terletak pada:

1.      Ketulusan  dan keikhlasan hati semata-mata karena Allah swt.
Ikhlas berarti melakukan segala sesuatu semata-mata karena Allah swt dan jauh dari kepentingan selain-Nya. Ketika seseorang ikhlas, berarti ia telah menyandarkan dirinya kepada Zat yang Mahakuat dan Mahahebat.  Ketika seseorang telah ikhlas ia sadar selalu berada di bawah pengawasan Allah Yang Mahatahu dengan landasan inilah, Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya mengampanyekan Islam di bawah tekanan kekejaman rezim jahiliah. Mereka terbukti sanggup bertahan dan mampu membalik keadaan dari kegelapan kepada cahaya, dari jahiliah (kebodohan) kepada kecerdasan, dari kehinaan  kepada kemuliaan, karena mereka memiliki energi tiada tara, yaitu energi ikhlas.
Perbedaan utama antara politikus sekuler dengan politikus islami dalam berkampanye adalah pada motivasi dan cara yang digunakan dalam kampanye. Para politikus islami memiliki motivasi yang jelas dan tegas, yaitu semata-mata karena Allah swt dan dilakukan dengan cara yang tidak melanggar syariat yang ditetapkan-Nya, sedangkan motivasi kampanye politikus sekuler adalah kepentingan kekuasaan dengan cara-cara yang cenderung menghalalkan segala cara.
2.      Kesesuaian Antara Kata dan Perbuatan
Sehabat apapun seorang persuader, orator politik, atau propagandis dalam berkampanye, jika ketahuan berbohong, maka kampanye yang ia lakukan hanya akan menanambah berat beban dosa-dosa politik yang dikerjakannya. Kalaulah sang politikus bohong itu mendapat dukungan suara, maka suara itu berasal dari orang yang setipe dengannya, yaitu kalangan pembohong juga, padahal sebenarnya seorang pembohong pun tidak suka dibohongi. Seandainya kebohongan yang dilakukannya itu tidak ketahuan orang banyak, Allah Maha tahu Allah pasti mengetahui semua kebohongan politikus tersebut. Jika pembohong itu menang dalam dukungan politik, maka pembangunan yang dibangun di atas kebohongan, kecurangan, atau keculasan, pasti tidak akan berkah dan tidak dapat mengangkat derajat masyarakat-masyarakatnya, baik ekonomi, politik, maupun budayanya sehingga semakin lama ia membangun, semakin mendekati keruntuhan.
Rasulullah saw adalah tokoh sejarah yang memiliki integritas kepribadian yang supertinggi, padahal sebagaimana beliau katakan sendiri bahwa beliau hanyalah manusia biasa yang mendapat wahyu. Sejak muda beliau sudah bergelar al-amin (terpercaya). Kata dan perbuatannya sejalan, lahir dan batinnya setara. Perkataannya ringkas, padat, dan berbobot sehingga manusia banyak yang menghafal ucapan-ucapanya.
Perhatikanlah, hebatnya pengaruh sebuah amal yang mendahului wicara.
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (Q.S Ash-Shaf: 2-3)
3.      Mendahulukan Amal daripada Wicara
Wicara tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah; wicara yang didahului amal akan menyuburkan pohon dan melebatkan buahnya; amal tanpa wicara ibarat lebah penghasil madu dalam sarang yang gelap gulita. Kesan dari sebuah pesan yang dibangun di atas amal-amal saleh akan lebih tajam merangsek ke dalam pusat hati ketimbang selainnya. Boleh jadi, sebuah amal berpengaruh seribu kali lebih dahsyat ketimbang seribu kalimat yang diucapkan.
4.      Bekerja untuk Umat  Manusia Tanpa Menganal Momentum Pemilihan Umum
Amal baik adalah magnet yang akan menarik hati orang-orang yang mendambakan kebaikan. Semakin banyak amal  kebajikan yang dilakukan akan semakin memperkuat daya tarik dan memperbesar dukungan masyarakat. Semakin lama seseorang beramal akan semakin memperpanjang daftar kebajikannya. seorang yang telah berbuat berpuluh-puluh tahun tidak akan bisa ditandingi oleh orang yang baru memulai berbuat kemarin sore.
Jadi, dalam perspektif ini, kampanye paling efektif adalah lewat kerja, amal, kebajikan yang diberikan kepada konstituen.
Dalam surat At-Taubah: 105) Allah berfirman: Dan katakanlah, “ bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan pada (Allah) yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah).
Rasulllah menyatakan, “sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia lainnya”. Oleh karena itu, berkampanyelah dengan amal-amal dan sempurnakanlah dengan kata-kata agar satu kata yang terucap mewakili seribu kalimat. Bantulah masyarakat miskin tanpa menunggu pemilu; tolonglah rakyat tertindas; berdayakanlah rakyat lemah tak berdaya; niscaya dukungan politik akan mengalir kepadamu, cepat atau lambat.











BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari semua pembahasan di atas sedikitnya kami dapat menyimpulkan bahwa Politik dapat diartikan sbagai strategi yang dilakukan untuk mendekatkan umat manusia (masyarakat) pada kebenaran dan kebaikan serta menjauhkan mereka dari kebatilan dan keburukan, salah satu komponen yang sangat berperan dalam menacapai tujuan politik tersebut adalah komunikasi. Melalui komunikasi politik, visi dan misi sebuah institusi atau lembaga politik dan tersampaikan.
Bahasa politik memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik mencakup pada keseluruhan karakteristik bahasa politik, namun secara umum sudah dapat menjadi pembeda dari ragam bahasa lainnya. Berikut adalah karakteristik yang dikemukakan oleh Orwell (dalam Thomas, 2006: 63) dan Nimmo (2005):
-          Menggunakan Implikasi.
-          Menggunakan Bahasa Persuasif.
-          Menggunakan Kosakata Konkret.
-          Menggunakan Pernyataan dalam Tiga Bagian.
Dalam kampanye politik tidak akan terlepas dari kemampuan seorang orator (pembicara) dalam menyampaikan pesan terhadap masyarakat, bagaimana dia bisa mempengaruhi orang banyak serta diterima oleh masyarakat dengan kemampuan orator dalam menggunakan bahasa. Tentunya hal ini diperlukan seni berbicara dalam menyampaikan kampanye. Adapun kiat-kiat berbicara dalam kampanye politik yang harus diketahui oleh orator yaitu:
-          Meningkatkan Kredibilitas Orator dalam Berbicara.
-          Meninggikan Daya Pengaruh.
-          Mempertajam Argumen.
-          Menjaga Adab Berbicara.
-          Memahami Karakteristik Intelektual dan Psikis Audiensi.
-          mengoptimalkan perubahan keyakinan.
Adapun gaya kampanye yang paling efektif dan paling berpengaruh yaitu seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Ketika beliau ‘menyampaikan’ Islam di tengah-tengah masyarakat jahiliah yang cenderung memusuhi beliau saw. ternyata kampanye yang beliau lakukan menuai kesuksesan yang sangat luar biasa. Hanya dalam kurun waktu 23 tahun, di Jazirah Arab telah berdiri kokoh sebuah peradaban yang mampu merobohkan kebatilan dan kezaliman menjadi kebenaran dan keadilan. Rahasia kesuksesan “kampanye” Rasulullah saw. Terletak pada:
-          Ketulusan  dan keikhlasan Hati Semata-mata karena Allah SWT.
-          Kesesuain Antara Kata dan Perbuatan.
-          Mendahulukan Amal daripada Wicara.
-          Bekerja untuk Umat  Manusia Tanpa Menganal Momentum Pemilihan Umum.
B. Saran
Dalam makalah ini kami selaku penyesun telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencari dari berbagai sumber terhadap topik yang akan dibahas. Namun, kami mengalami beberapa kesulitan terutama dalam mencari sumber yang akan kami bahas.
Berbagai cara telah kami lakukan baik mencari buku sumber dari perpustakaan kampus, maupun luar kampus. kami juga telah mencari di berbagai situs internet namun topik yang dibahas tidak kami temukan. Terpaksa kami hanya mendapatkan sumber dari satu buku saja yaitu dari buku Retorika Haraki karangan (Amirudin Rahim).
Kami berharap kepada dosen yang bersangkutan dapat memaklumi dan menjadi pertimbangan atas usaha yang telah kami lakukan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca pada umumnya.







DAFTAR PUSTAKA
Rahim, Amirudin. 2010. Retorika Haraki. Solo: Era Adicitra Intermedia.