BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Berbicara merupakan aktivitas rutin kita
sehari-hari. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tahan untuk tidak
berbicara. Kemampuan berbicara diyakini dapat meningkatkan kualitas eksistensi
dan aktualisasi seseorang di tengah-tengah lingkungannya. Kemampuan orang dalam
berbicara dapat menjadikan orang itu memiliki daya tarik dan pesona luar biasa
bagi orang lain, sehingga ia menjadi idola yang didambakan oleh banyak orang.
Pembicaraan yang akan dapat meningkatkan
kualitas eksistensi (keberadaan) kita di tengah-tengah orang lain, bukanlah
sekadar berbicara, tetapi berbicara yang menarik (atraktif), bernilai informasi
(informatif), menghibur (rekreatif), dan berpengaruh (persuasif). Dengan kata
lain, kita mesti berbicara berdasarkan seni berbicara yang dikenal dengan
istilah retorika.
Retorika adalah seni berkomunikasi
secara lisan yang dilakukan oleh seseorang kepada sejumlah orang secara
langsung bertatap muka. Pada kesempatan ini, kita akan sama-sama membahas mengenai
“Seni Berbicara dalam Kampanye Politik”. Kampanye politik juga memerlukan seni
berbicara dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat agar dapat menarik
perhatian banyak orang.
Seni berbicara dalam kampanye politik
ini harus mempunyai pembeda dari yang lain. Adapun hal yang harus diperhatikan
dalam berkampanye yaitu kita harus bisa mengerti keadaan orang lain.
Dalam perkataan juga harus mempunyai etika, lembut, baik, benar dan rendah hati
serta tidak mengada-ada tapi berbicara jujur itu lebih baik sebagaimana yang
telah dicontohkan oleh Nabi Muhamad SAW ketika menyampaikan kampanye (dakwah)
sampai akhirnya bisa berjalan dengan sukses.
B.
Rumusan
Masalah
a. Apa
yang dimaksud dengan politik dan bahasa?
b. Bagaimana
karakteristik bahasa politik?
c. Bagaimana
seni berbicara dalam kampanye politik?
d. Bagaimana
kiat-kiat berbicara dalam kampanye politik?
e. Apa
rahasiah kesuksesan kampanye (dakwah) Rasulullah SAW?
C.
Tujuan
a. Untuk
memberikan informasi mengenai hubungan politik dengan bahasa.
b. Untuk
memberikan informasi mengenai karakteristik bahasa politik.
c. Untuk
memberikan informasi mengenai seni berbicara dalam kampanye politik.
d. Untuk
memberikan informasi mengenai kiat-kiat berbicara dalam kampanye politik.
e. Untuk
memberikan informasi mengenai rahasiah kesuksesan kampanye (dakwah) Rasaulullah
SAW.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
POLITIK
DAN BAHASA
Secara
sederhana, politik dapat diartikan strategi yang dilakukan untuk
mendekatkan umat manusia (masyarakat)
pada
kebenaran dan kebaikan untuk menjauhkan mereka dari kebatilan dan keburukan,
salah satu komponen yang sangat berperan dalam menacapai tujuan politik tersebut adalah
komunikasi. Melalui komunikasi politik, visi dan misi sebuah institusi atau
lembaga politik dan tersampaikan.
Dalam kehidupan bernegara, politik
seakan-akan telah terjadi telah menjadi
universal bagi kehidupan masyarakat, karena hampir semua persoalan kehidupan
tidak akan bisa
lepas dari politik. Semua masalah adalah masalah politik. Politik adalah
masalah kekuasaan untuk membuat keputusan, , mengendalikan sumber daya,
mengendalikan perilaku orang lain dan sering juga mengendalikan nilai-nilai
yang dianut orang
lain. Bahkan keputusan-keputusan biasa yang dibuat dalam kehidupan
sehari-hari pun bisa dipandang dari sudut politik.
Politik
bisa mencakup banyak jenis kegiatan, antara lain:
a. Proses
pembuatan kegiatan nasional (politik pemerintahan)
b. Kesetaraan
gender (politik seksual)
c. Persaingan
dalam kelompok yang erat jalinannya, seperti persaingan antar rekan sekantor
dalam memperebutkan jabatan, yang biasanya dilakukan dengan membocorkan atau
menyimpan rahasia (politik kantor)
d. Cara
orang menegosiasikan peran yang harus mereka jalankan dalam kehidupan pribadi
mereka (termasuk juga masalah gender)
e. Sejarah
dari system politik
f. Kegiatan-kegiatan
yang terkait dengan transportasi, pemukiman, dan konsumsi yang bias
mempengaruhi lingkungan (politik lingkungan), maka kita sebenarnya tidak bisa
lepas dari masalah poitik
Dalam kancah perpolitikan dewasa ini (di Indonesia), dimana
batasan-batasan normatif
dan etika politik dengan mudah dilangkahi dan diabaikan, sulit ditemukan pola
komunikasi yang rasional. Diperparah lagi oleh logika politik masyarakat yang
cenderung pragmatis dan taklid (ikut-ikutan atau membeo) dengan warna sektarian yang kental, maka berlaku
kaidah hukum rimba: siapa kuat dia menang. Jika kaidah hukum rimba ini dibawa
kedalam konteks politik modern, kaidah tersebut dapat diterjemahkan kedalam
beberapa ragam kaidah, seperti: siapa kuat uangnya, siapa dominan teriakannya, siapa lihai menipu dia menang, dan sebagainya. Namun kaidah ini akan
menjadi “sampah” yang tidak berguna manakala masyarakat
politik bertambah dewasa, cerdas, dan bertambah rasional. Kedewasaan masyarakat
inilah
yang sangat ditakuti oleh praktisi politik primitif. Oleh karena itu, pada
kondisi masyarakat politik yang dewasa, cerdas, rasionallah, komunikasi politik yang cerdas menemukan milieunya.
Keberhasilan komunikasi politik sangat
ditentukan oleh kemampuan
menggunakan bahasa untuk menyampaikan pesan-pesan politik. Kemasan bahasa
politik memiliki karakteristik tersendiri sebagaimana dijelaskan pada bagian
berikut.
B.
KARAKTERISTIK BAHASA POLITIK
Ragam
bahasa politik memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik yang akan
dipaparkan berikut belum mencakup pada keseluruhan karakteristik bahasa
politik, namun secara umum sudah dapat menjadi pembeda dari ragam bahasa
lainnya. Berikut adalah karakteristik yang dikemukakan oleh Orwell (dalam
Thomas, 2006: 63) dan Nimmo (2005):
1. Menggunakan Implikasi
Salah satu
tujuan yang hendak dicapai oleh politikus adalah membujuk para pendengar untuk
percaya terhadap validitas dan klaim-klaimnya dengan cara menggunakan
implikasi.
Implikasi
adalah cara pendengar untuk memahami sendiri asumsi-asumsi sebuah informasi
tanpa harus mengungkapkan asumsi-asumsi tersebut secara eksplisit. Dengan kata
lain, Implikasi adalah informasi tambahan yang direduksi dari sebuah informasi
tertentu. Implikasi juga dapat digunakan untuk membuat orang yang secara tidak
sadar menerima pendapat begitu saja yang sebenarnya masih bisa diperdebatkan
lagi.
Contoh
kalimat implikasi:
·
Letakan kepentingan
negara di atas kepentingan partai dalam pemilu ini. (implikasi pernyataan ini
adalah bahwa selama ini bahwa kepentingan partai lebih didahulukan daripada
kepentingan negara).
·
Mari membawa perubahan.
(Penguasa sebelumnya belum membawa perubahan apa-apa atau gagal dalam
kemajuan).
·
Saatnya hukum
melindungi seluruh rakyat. (selama ini hukum berpihak pada kelompok tertentu).
·
Saatnya menegakkan
kebenaran dan keadilan demi kemajuan bangsa. (kebatilan dan kezaliman selama
ini telah melemahkan dan menyebabkan kemunduran suatu bangsa).
·
Jangan berikan lagi
kepada koruptor untuk mengelola negara kita. (pengelola negara sebelumnya adalah
koruptor)
2.
Menggunakan Bahasa Persuasif
Bahasa politik lebih banyak menyentuh aspek emosi ketimbang rasio.
Kekuatan persuasi politik tidak terletak pada kebenaran argumentasi yang
disertai data-data akurat saja, tetapi pada kemampuan untuk mempengaruhi jiwa
dalam menerima atau menolak sesuatu. Orwell (dalam Thomas 2006: 63) mengatakan
bahwa bahasa politik sebagian besar terdiri atas eufemisme, pendapat-pendapat
yang patut dipertanyakan lagi dan ungkapan-ungkapan yang tidak jelas. Orwell
juga mengajukan beberapa aturan penggunaan bahasa yang harus diterapkan para
politikus demi mewujudkan komunikasi yang jelas, jujur dan mudah dipahami,
yaitu:
a.
Jangan menggunakan metafora
atau gaya bahasa lain yang sudah biasa ada di media cetak.
Maksudnya bahwa si pembicara mengatakan sesuatu padahal tidak
mengatakan apa-apa. Dia hanya berkata angan-angan saja tanpa dibarengi dengan
bukti-bukti yang dipertanggungjawabkan. Contoh: “masyarakat adil makmur” itu
hanya utopia atau hanya angan-angan kosong. Oleh karena itu, gunakanlah frase
lain yang lebih inovatif, misalnya: “masyarakat
peradaban”, bangsa maju dan mandiri”, dan sebagainya.
b.
Jangan menggunakan kalimat yang panjang jika kata yang pendek pun mampu
mengemukakan maksud yang sama.
c. Kalau ada kata yang tidak perlu digunakan, buang saja kata itu.
d.
Jangan menggunakan bentuk pasif, jika masih bisa menggunakan bentuk aktif. e.
Jangan menggunakan istilah asing, istilah ilmiah atau jargon jika ada padanan
kata dalam kosakata sehari-hari yang maknanya sama.
f.
Semua aturan di atas lebih baik dilanggar daripada harus mengatakan hal-hal
yang buruk.
3.
Menggunakan Kosakata Konkret
“Perekonomian” adalah istilah
yang banyak disebutkan dalam pidato-pidato politik. Perekonomian bukanlah
sesuatu yang konkret, melainkan sebuah model abstrak yang digunakan untuk
mempermudah pemikiran terhadap banyak data finansial yang bermacam-macam
jenisnya, termasuk di dalamnya tingkat inflasi, pola ketenagakerjaan dan pola
pengeluaran masyarakat. Namun, dengan menggunakan kata sifat “kuat”, maka
pendengar diminta untuk membayangkan bahwa perekonomian ini seperti binaragawan
berotot kekar atau seperti organisme tanaman yang sehat atau hewan yang gemuk
dan kuat karena mendapatkan makanan yang cukup. Dengan cara ini, kita bisa
mendapatkan gambaran yang konkret dan bukan sekadar gambaran tentang daftar
angka dan grafik. Mungkin memang aneh ketika sederet angka statistik dipandang
sebagai “kuat” seperti binaragawan atau tanaman. Tetapi, gaya bahasa seperti
ini sangat umum digunakan.
4.
Menggunakan Pernyataan dalam
Tiga Bagian
Salah satu cara yang banyak
digunakan dalam retorika politik adalah “pernyataan dalam tiga bagian”. Ini adalah
sebuah strategi linguistik di mana hal-hal yang diutarakan dikelompokkan
tiga-tiga. Pengelompokkan menjadi tiga seperti ini terasa lebih estetik. Salah
satu contoh dari pernyataan politik dalam tiga bagian adalah slogan “Liberte”,
“Fraternite”, “Egalite” (Kebebasan, Persaudaraan, Persamaan). Perhatikan pula
contoh berikut:
·
Upaya untuk menciptakan
Indonesia yang bersatu secara politik adalah saling mengenal, memahami, dan
saling menolong.
·
Ini adalah hasil dari empat
tahun yang disia-siakan oleh partai-partai hipokrit karena pemborosan, kemalasan,
dan kelemahan mereka.
·
Kita tahu Indonesia ini miskin, lemah, dan papa, tetapi keputusasaan, dan kegamangan adalah bagian lain dari penderita itu. Oleh karena itu, kerja ikhlas, kerja cerdas, dan kerja tuntas
adalah solusinya.
·
Semboyan dakwan kita tahun ini
adalah kokohkan pembinaan, perluas dakwah, dan raih kemenangan.
5.
Menggunakan Pronomina
Pronomina atau kata ganti
yang digunakan untuk menyebut pembicara dan juga menyebut pendengar dapat
digunakan untuk mengedepankan atau menyembunyikan agen (orang atau partai yang
melakukan tindakan tertentu). Sudah barang tentu hal itu dilakukan dengan
maksud baik demi perbaikan kondisi masyarakat, bangsa dan Negara, bukan demi
kepentingan dan keselamatan diri atau kelompoknya. Perhaatikan perubahan dari
“kami” menjadi “saya” dalam ucapan berikut ini.
·
Seperti yang telah kami umumkan
kemarin malam, kami tidak akan
menyerang prajurit tanpa senjata yang akan bergerak mundur.
·
Sejak awal dari operasi udara,
hampir enam minggu yang lalu, saya
sudah mengatakan bahwa upaya kami telah berjalan sesuai dengan jadwal. Pagi ini
dengan senang hati saya umumkan bahwa operasi yang dijalankan koalisasi telah
lebih awal dari jadwal. Kuwait akan bebas tidak lama lagi.
Satu hal yang bisa menjelaskan mengapa kata ganti “kami” berubah
menjadi “kami” berubah menjadi “saya” atau sebaliknya adalah dalam membicarakan
masalah yang kontroversial menggunakan “kami” agar dengan begitu tidak jelas
siapa pelakunya. Akan tetapi, ketika membicarakan hal yang lebih pasti, lebih
positif dan menguntungkan, maka digubakan dengan kata “saya” agar jelas bahwa
dirinya penyebab semua kebaikan dan cara positif itu. Itulah karakteristik dan
budaya individualistik.
Dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang majemuk,
ditandai oleh budaya Pternalistik dan gotong-royong yang kental, penggunaan
kata ganti “saya” atau menyebut diri sendiri berkaitan dengan kebaikan yang
dilakukan terkesan ada unsur penonjolan diri. Sebagai penggantinya,
digunakanlah kata ganti “kami” yang lebih memberi kesan kebersamaan dan
penghalusan makna.
C.
SENI
BERBICARA DALAM KAMPANYE
Banyak
definisi yang dikemukakan orang tentang kampanye. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonsia (KBBI,2005:498), kampanye adalah sebagai berikut :
1.
Gerakan (tindakan)
serentak (untuk melawan, mengadakan aksi, dsb)
2. Kegiatan
yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing
memperebutkan kedudukan dalam parlemen dan sebagainya untuk mendapat dukungan
massa pemilih dalam suatu pemungutan suara. Roger dan storey (dalam venus,
2007:7) mendefinisikan kampanye sebagai “serangkaian tindakan komunikasi yang
terencana dalam tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak
yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu’’.
Apabila arena politik dalam maknanya
yang luas diasosiasikan sebagai arena pertarungan atau peperangan untuk
mencapai tujuan-tujuan politik
dari lembaga-lembaga politik maka berkampanye merupakan salah satu medan
“pertempuran” dengan senjata utamanya adalah bahasa. Kalau dalam peperangan
berlaku kaidah umum peperangan ’peperangan adalah tipu daya maka
lakukan yang anda mau’, maka dalam kampanye kaidah
tersebut dapat diberlakukan dengan makna yang lebih spesifik, yaitu melakukan
olah bahasa dengan segala daya upaya untuk meyakinkan khalayak atau audiensi akan tujuan-tujuan
politik dalam kampanye tersebut. Ini berarti pula dalam kampanye bahwa dalam
berkampanye, kekuatan utama terletak pada kemampuan komunikasi dengan meramu
bahasa sedemikian rupa dengan memanfaatkan media yang tersedia sehinga audiensi
tertarik, simpati, dan akhirnya mendukung dan bergerak sesuai dengan pesan yang disampaikan dalam kampanye
tersebut.
D.
KIAT
BERBICARA DALAM KOMPANYE POLITIK
Kiat Pertama:
Meningkatkan Kredibilitas Orator dalam Berbicara.
Dalam kampanye politik, gaya persuasif
merupakan gaya komunikasi yang paling menonjol. Kesuksesan penggunaan gaya
persuasif dipengaruhi oleh banyak faktor dan faktor yang paling kuat pengaruhnya
adalah kredibilitas orator politiknya. Berikut ini ada beberapa cara
meninggikan kredibilitas orator.
a. Memiliki
pengetahuan dan kepakaran dalam bidang yang sedang dibicarakan. Dengan cara
yang halus, selipkan informasi bahwa kita memiliki pengetahuan dan pengalaman
dalam perkara yang dibicarakan dengan memberikan informasi judul buku, hasil
penelitian, majalah nama pakar atau tokoh yang menjadi rujukan pembicaraan.
Oleh karena itu berbicaralah dalam perkara yang diketahui saja. Jika mendapat
pertanyaan yang kita tidak diketahui, maka katakanlah secara jujur kepada
audiensi bahwa kita masih perlu belajar tentang pekara itu. Membaca buku-buku
dan bahan-bahan sebelum berbicara merupakan tahap yang tepat untuk meninggikan
pengetahuan dan meningkatkan kepakaran.
b. Jangan
katakan bahwa kita mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman secara
eksplisit. Tapi yakinkan mereka dengan bahasa yang halus bahwa kita mempunyai
pengetahuan. Pada umumnya, orang Indonesia (Melayu) tidak menyukai seseorang
yang menyebut-nyebut kelebihan dirinya karena memberi kesan angkuh.
c. Berhati-hatilah
bila menyebut nama tokoh dan pakar. Sebutlah nama secara benar. Demikian juga
bila menggunakan istilah asing, (bahasa Arab, Inggris, Prancis, dsb).
Istilah-istilah teknis dibidang tertentu, ucapkanlah dengan lafal yang benar
dan tepat itu sudah lebih dari cukup untuk menunjukan bahwa kita memiliki
pengetahuan dalam perkara yang dibicarakan.
d. Berlaku
adil dan objektiflah dalam berbicara. Sebutkan sisi kelebihan dan kelemahan,
kebaikan dan keburukan suatu perkara dengan adil. Dengan cara ini, orang yang
kita pengaruhi bahwa orator adalah orang cerdas, adil dan matang.
e. Sampaikan
kepada audiensi bahwa kita memperjuangkan hal-hal besar demi kepentingan
bersama, bukan kepentingan kelompok apalagi karena kebencian pada seseorang
atau kelompok tertentu.
f. Sampaikan
banyak pikiran dan pendapat yang disetujui oleh audiensi. Sebutkan satu per
satu yang disetujui itu.
g. Katakan
kepada audiensi bahwa kita sangat mendukung kepentingan mereka dan berusaha
menyelesaikan permasalahan-permasalahan mereka, seperti masalah ekonomi,
pendidikna, tanah, dan lain-lain.
h. Gunakan
bahasa positif dan optimis. Jauhi gaya negatif, kritik dan menyudutkan orang
lain. Para pakar fsikologi menyimpulkan bahwa pada umumnya manusia mudah
terpengaruh dengan orang yang berbicara masa lalu. Oleh karena itu sampaikanlah
rencana-rencan masa depan dan apa keuntungannya bagi audiensi.
i.
Ulangi beberapa kali
poin penting yang diperjuangkan dan yakinkan audiensi bahwa kita rela berkorban
apa saja yang diperjuangkan.
Kiat Kedua:
Meninggikan Daya Pengaruh
Dalam
kampanye, kekuatan daya pengaruh merupakan kunci keberhasilan. Ada dua hal yang
menjadi faktor tingginya daya pengaruh seseorang yaitu:
a. Kredibilitas
Kredibilitas adalah sejauh mana
seseorang dapat dipercaya. Semakin
tinggi kredibilitas seseorang, semakin mudah diterima pendapat-pendapatnya.
Diantara
faktor-faktor yang dapat meninggikan kredibilitas adalah budi pekerti,
pendidikan, prestasi, jabatan, banyaknya sahabat dan kenalan. Hal-hal yang
dapat menurunkan kredibilitas antara lain: terlalu emosional, tidak objektif,
ekstrem, tidak toleran, berdusta, terlalu banyak bergurau, menghujat,
menjelek-jelekan orang lain, berbahasa kasar, menuduh tanpa bukti, dan
lain-lain. Kredibilitas seseorang bukanlah produk jangka pendek dalam
kehidupannya. Kredibilitasi seseorang merupakan rangkaian sejarah
kepribadiannya, pengaruh-pengaruh kebajikannya, dan keharuman budi
pekertinya.
b. Disukai
Manusia mudah terpengaruh oleh kata-kata
orang yang disukainya. Supaya menjadi pribadi yang disukai dalam berbicara,
maka manfaatkan hal-hal yang mengandung banyak persamaan dengan audiensi
(mungkin persamaan suku, bahasa, pekerjaan, hobi, nilai yang dianut, usia dan
sebagainya). Penampilan yang menarik juga merupakan faktor penting yang
disukai.
Berdasarkan kajian psikologis, ada
beberapa faktor tambahan yang perlu diperhatikan supaya kita menjadi lebih
berpengaruh, yaitu:
1. Manusia
lebih mudah terpengaruh oleh yang tinggi tubuhnya, faktor ini sukar diubah.
Apabila ingin tampil dalam kampanye, maka gunakan pakaian yang memberi citra
“tinggi” dan berwibawa. Biasanya, pakaian yang bercorak garis-garis vertikal
memberi kesan “tinggi” bagi pemakainya.
2. Manusia
mudah terpengaruh oleh orang yang tidak mempunyai kepentingan pribadi pada apa
yang dibicarakannya.
3. Manusia
mudah terpengaruh oleh orang yang
berfikir praktis, realistis, dan objektif, tidak terlalu idealis.
4. Manusia
mudah terpengaruh oleh kata-kata orang yang berilmu dan pakar dalam perkara yang dibicarakannya.
5. Manusia
mudah terpengaruh oleh kaa-kata orang yang berpengalaman, terutama pengalaman
yang sama atau mirip dengan pengalaman audiensi.
6. Manusia
mudah terpengaruh oleh orang yang berargumen dengan menggunakan bahasa yang
benar, baik, sistematis, lancar, mudah, dan sederhana.
Selain hal-hal di atas, hal lain yang sangat penting dan
mendasar yang menjadi kekuatan super hebat yang menyebabkan orang lain mudah
dipengaruhi adalah tingginya kualitas hubungan kita dengan sang pembolak-balik
hati manusia, yaitu kekuatan hubungan dengan Allah SWT.
Kiat Ketiga:
Mempertajam Argumen
Dalam
hubungannya dengan ketajaman argumentasi, ada beberapa hal yang membuat orang
suka mendengarkan pembicaraan:
a. Bila
informasi yang disampaikan sesuai dengan apa yang dipercayai. Mulailah
argumentasi dengan hal-hal yang sudah dipercayai oleh audiensi atau yang serupa
dengan itu, tetapi bila tujuan utama pembicaraan adalah membalik kepercayaan
mereka, maka teruskanlah argumentasi yang semakin lama semakin menjauh dari
kepercayaan mereka.
b. Gunakan
dua sudut pandang (positif - negatif) sekaligus apabila berbicara di depan
audiensi yang bependidikan. Sebelum mengemukakan sudut pandang negative berupa
kelemahan dan kekurangan sesuatu, terlebih dahulu sampaikan sudut pandang
positif berupa kelebihan dan kebaikannya. Dengan menggunakan sudut pandang ini,
seseorang akan dipandang sebagai orang yang rasional, logis, dan objektif.
Selanjutnya, audiensi akan lebih bersedia menerima pandangan-pandangan
pembicara.
c. Jangan
terlalu menakut-nakuti orang yang hendak dipengaruhi. Argumen yang terlalu atau
terlampau menakuti audiensi menyebabkan mereka tidak mau mendengarkan
pembicaraan. Cukuplah menjadikan mereka ragu dan khawatir dengan sesuatu
sehingga mereka bersedia memikirkannya.
Kiat Keempat:
Menjaga Adab Berbicara
Beberapa
adab berbicara dalam kampanye yang dapat menambah keefektifan pembicaraan
adalaah:
a. Jangan
menggunakan bukti-bukti palsu, yang direka-reka, yang dibuat-buat,
diputarbalikan, atau yang disalah tafsirkan.
b. Jangan
menggunakan argumen, alasan, atau hujah yang terlalu umum. Misalnya, pilihlah
partai anu karena akan mampu menyelesaikan masalah bangsa, tetapi pilihlah
partai anu karena partai ini akan menyelesaikan masalah penyerobotan tanah yang
saudara alami.
c. Jangan
memberi gambaran palsu tentang diri sendiri.
d. Jangan
memburuk-burukan pihak lawan.
e. Jangan
memprovokasi audiensi karena hal ini akan menimbukan kemarahan, kebencian,
permusuhan, dan kerusakan.
f. Jangan
memberi label yang malampaui batas kepada pihak lawan, misalnya: label kafir,
munafik, zalim, dan sebagainya. Akan tetapi, sampaikanlah kasus-kasus kekafiran
kezaliman, kemunafikan pihak-pihak yang melakukan hal itu, lalu bantulah
audiensi untuk menyimpulkannya sendiri.
g. Jangan
berdusta.
h. Jangan
menyampaikan pendapat yang kita sendiri tidak menyakininya.
i.
Jangan memberi kesan
yakin pada sesuatu yang masih meragukan.
j.
Jangan menjerumuskan
diri pada isu-isu rumit dan kompleks, padahal kita tidak menguasainya.
k. Sesuaikan
gaya penyampaian dengan karakteristik psikologis audiensi. Kepada orang-orang
yang logis-objektif, berbicaralah secara logis; kepada orang yang
emusional-subjektif, berbicaralah yang sesuai dengan emosi mereka.
Kiat Kelima:
Memahami Karakteristik Intelektual dan Psikis Audiensi
Kepada
audiensi dari kalangan intelektual dan berpendidikan tinggi, gunakanlah panduan
berikut:
a. Gunakan
bukti yang kuat dan banyak.
b. Gunakan
bukti terbaru.
c. Gunakan
bukti yang lebih kuat
d. Gunakan
isu yang selaras dengan pemikiran mereka.
e. Gunakan
laporan ilmiah dari pakar atau lembaga yang terpercaya.
f. Gunakan
testimony, kesaksian, atau pernyataan dari orang yang berpengaruh.
g. Jaga
kreadibilitas.
Kepada audiensi dari kalangan dogmatis,
gunakanlah gaya persuatif tawar menawar, menunjukan keuntungan bagi audiensi
dan manfaatkan karisma pemimpin mereka.
Ciri-ciri kalangan dogmatis adalah:
a. Selalu
berprasangka buruk dan negatif. Mereka percaya bahwa tidak ada orang lain yang
benar-benar baik, karenanya tidak ada orang lain yang boleh dipercaya.
b. Selalu
yakin pada para pemimpinnya. Bagi mereka, pemimpin memiliki otoritas dan
karenanya pendapat pemimpinlah yang paling benar, sah, dan dipatuhi.
c. Yakin
bahwa keputusan hanya boleh diambil oleh pemimpin dan pakar saja. Rakyat biasa,
rakyat biasa, orang-orang bawahan tidak layak membuat analisis, karena tugas
orang biasa adalah menjalankan tugas pemimpin.
d. Mereka
akan menentang pandangan yang tidak selaras dengan ide-ide mereka.
e. Apabila
sudah menganut satu pendapat, maka mereka akan mempertahankanya mati-matian
walaupun terbukti bahwa pendapat itu salah.
f. Mereka
yakin bahwa di dunia ini hanya ada satu pendapat yang benar, yang lain salah.
Dengan kata lain, tidak ada dua pendapat atau dua cara yang sama-sama betul.
g. Mereka
yakin bahwa sesuatu yang sudah terbukti benar dahulunya, tetap benar sekarang,
dan sampai kapanpun tetap benar. Mereka tidak akan bisa menerima perubahan
apapun dari kebiasaan-kebiasaan lama yang sudah mentradisi.
h. Senang
menggunakan bahasa yang keras, agresif, sarkastis, dan cenderung menghakimi.
Kiat keenam:
Mengoptimalkan Perubahan Keyakinan
Bila ingin
memperbesar dukungan politik, maka kampanye diarahkan untuk mengoftimalkan
perubahan keyakinan. Pada umumnya, kaum intelektual lebih mudah diyakinkan dan
mudah berubah, sedangkan kaum dogmatis relative lebih sulit berubah. Oleh
karena itu, jangan habiskan dan jangan buang-buang waktu dengan memprioritaskan
audiensi yang sukar berubah tersebut.
Jenis-jenis
keyakinan yang mudah diubah adalah:
a. Keyakinan
primitif kolektif
Keyakinan
primitif adalah keyakinan yang sudah dijadikan pegangan hidup, contohnya akidah
dan keyakinan seseorang. Keyakinan primitife ini akan menjadikan seseorang akan
bersifat fanatik. Setiap kelompok, bangsa, perkumpulan, organisasi memiliki
keyakinan primitife kolektif. Keyakinan jenis ini sulit diubah bahkan hampir
tidak dapat diubah.
Pendukung sesuatu organisasi yang
berkeyakinan seperti ini percaya bahwa hanya organisasinya yang paling layak
dan berhak dan menjalankan pemerintah. Bila tidak, maka bangsa dan negara akan hancur. Perlu dicatat bahwa jumlah
penganut kepercayaan seperti ini dalam satu organisasi, tidak banyak.
b. Keyakinan
primitif individual
Keyakinan
seperti ini bersifat sangat individual. Contohnya, keyakinan bahwa dirinya yang
lebih layak memimpin, sedangkan orang lain tidak.
E.
RAHASIA
KESUKSESAN KAMPANYE (DAKWAH) RASULULLAH SAW
Apa pun gaya, cara, dan sarana kampanye
yang digunakan untuk mendapat dukungan politik seperti dikemukakan di atas, tidak akan
berpengaruh signifikan apabila berhenti pada keindahan bahasa dan retorika
belaka. Kelak akan tetap bercokol kesan masyarakat tentang kampanye bahwa ia
hanyalah sebuah ajang obral janji dan pembicaraan muluk-muluk tanpa bukti.
Sebenarnya ada gaya kampanye yang paling
efektif dan paling berpengaruh. Gaya ini bukan gaya baru, melainkan gaya klasik
yang telah dicontohkan oleh Sang Manusia Teladan, Rasulullah Muhammad saw.
Ketika beliau ‘menyampaikan’ Islam di tengah-tengah masyarakat jahiliah yang cenderung
memusuhi beliau
saw. ternyata kampanye yang
beliau lakukan menuai kesuksesan yang sangat luar biasa. Hanya dalam kurun
waktu 23 tahun, di Jazirah Arab telah berdiri kokoh sebuah peradaban yang mampu
merobohkan kebatilan dan kezaliman menjadi kebenaran dan keadilan. Rahasia kesuksesan
“kampanye” Rasulullah saw. Terletak pada:
1. Ketulusan dan keikhlasan hati semata-mata karena Allah
swt.
Ikhlas berarti melakukan segala sesuatu
semata-mata karena Allah swt dan jauh dari kepentingan selain-Nya. Ketika
seseorang ikhlas, berarti ia telah menyandarkan dirinya kepada Zat yang
Mahakuat dan Mahahebat. Ketika seseorang
telah ikhlas ia sadar selalu berada di bawah pengawasan Allah Yang Mahatahu dengan landasan inilah, Nabi Muhammad
saw dan para sahabatnya mengampanyekan
Islam di bawah tekanan kekejaman rezim jahiliah. Mereka terbukti sanggup
bertahan dan mampu membalik keadaan dari kegelapan kepada cahaya, dari jahiliah
(kebodohan) kepada kecerdasan, dari kehinaan
kepada kemuliaan, karena mereka memiliki energi tiada tara, yaitu energi ikhlas.
Perbedaan utama antara politikus sekuler
dengan politikus islami dalam berkampanye adalah pada motivasi dan cara yang
digunakan dalam kampanye. Para politikus islami memiliki motivasi yang jelas
dan tegas, yaitu semata-mata karena Allah swt dan dilakukan dengan cara yang
tidak melanggar syariat yang ditetapkan-Nya, sedangkan motivasi kampanye
politikus sekuler adalah kepentingan kekuasaan dengan cara-cara yang cenderung
menghalalkan segala cara.
2. Kesesuaian
Antara Kata dan Perbuatan
Sehabat apapun seorang persuader, orator
politik, atau propagandis dalam berkampanye, jika ketahuan berbohong, maka
kampanye yang ia lakukan hanya akan menanambah berat beban dosa-dosa politik
yang dikerjakannya. Kalaulah sang politikus bohong itu mendapat dukungan suara,
maka suara itu berasal dari orang yang setipe dengannya, yaitu kalangan pembohong juga, padahal sebenarnya
seorang pembohong pun tidak suka dibohongi. Seandainya kebohongan yang
dilakukannya itu tidak ketahuan orang banyak, Allah Maha tahu Allah pasti mengetahui semua
kebohongan politikus tersebut. Jika pembohong itu menang dalam dukungan
politik, maka pembangunan yang dibangun di atas kebohongan, kecurangan, atau
keculasan, pasti tidak akan berkah dan tidak dapat mengangkat derajat
masyarakat-masyarakatnya, baik ekonomi, politik, maupun budayanya sehingga
semakin lama ia membangun, semakin mendekati keruntuhan.
Rasulullah saw adalah tokoh sejarah yang
memiliki integritas kepribadian yang supertinggi, padahal sebagaimana beliau
katakan sendiri bahwa beliau hanyalah manusia biasa yang mendapat wahyu. Sejak
muda beliau sudah bergelar al-amin (terpercaya). Kata dan perbuatannya sejalan,
lahir dan batinnya setara. Perkataannya ringkas, padat, dan berbobot sehingga
manusia banyak yang menghafal ucapan-ucapanya.
Perhatikanlah,
hebatnya pengaruh sebuah amal yang mendahului wicara.
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (Q.S Ash-Shaf: 2-3)
3. Mendahulukan
Amal daripada Wicara
Wicara tanpa amal bagaikan pohon tanpa
buah; wicara yang didahului amal akan menyuburkan pohon dan melebatkan buahnya;
amal tanpa wicara ibarat lebah penghasil madu dalam sarang yang gelap gulita.
Kesan dari sebuah pesan yang dibangun di atas amal-amal saleh akan lebih tajam merangsek ke dalam pusat hati ketimbang
selainnya. Boleh jadi, sebuah amal berpengaruh seribu kali lebih dahsyat ketimbang seribu
kalimat yang diucapkan.
4. Bekerja
untuk Umat Manusia Tanpa Menganal
Momentum Pemilihan Umum
Amal baik adalah magnet yang akan
menarik hati orang-orang yang mendambakan kebaikan. Semakin banyak amal kebajikan yang dilakukan akan semakin
memperkuat daya tarik dan memperbesar dukungan masyarakat. Semakin lama
seseorang beramal akan semakin memperpanjang daftar kebajikannya. seorang yang telah berbuat berpuluh-puluh tahun tidak akan bisa ditandingi oleh orang yang baru
memulai berbuat kemarin sore.
Jadi, dalam perspektif ini, kampanye
paling efektif adalah lewat kerja, amal, kebajikan yang diberikan kepada
konstituen.
Dalam surat
At-Taubah: 105) Allah berfirman: Dan
katakanlah, “ bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan pada (Allah) yang
mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah).
Rasulllah
menyatakan, “sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi
manusia lainnya”. Oleh karena itu, berkampanyelah dengan amal-amal dan
sempurnakanlah dengan kata-kata agar satu kata yang terucap mewakili seribu
kalimat. Bantulah masyarakat miskin tanpa menunggu pemilu; tolonglah rakyat
tertindas; berdayakanlah rakyat lemah tak berdaya; niscaya dukungan politik akan
mengalir kepadamu, cepat atau lambat.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari semua pembahasan di atas sedikitnya
kami dapat menyimpulkan bahwa Politik dapat diartikan sbagai strategi yang
dilakukan untuk mendekatkan umat manusia (masyarakat) pada kebenaran dan
kebaikan serta menjauhkan mereka dari kebatilan dan keburukan, salah satu
komponen yang sangat berperan dalam menacapai tujuan politik tersebut adalah
komunikasi. Melalui komunikasi politik, visi dan misi sebuah institusi atau
lembaga politik dan tersampaikan.
Bahasa
politik memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik mencakup pada
keseluruhan karakteristik bahasa politik, namun secara umum sudah dapat menjadi
pembeda dari ragam bahasa lainnya. Berikut adalah karakteristik yang
dikemukakan oleh Orwell (dalam Thomas, 2006: 63) dan Nimmo (2005):
-
Menggunakan Implikasi.
-
Menggunakan Bahasa Persuasif.
-
Menggunakan Kosakata Konkret.
-
Menggunakan Pernyataan dalam
Tiga Bagian.
Dalam kampanye politik tidak akan
terlepas dari kemampuan seorang orator (pembicara) dalam menyampaikan pesan
terhadap masyarakat, bagaimana dia bisa mempengaruhi orang banyak serta
diterima oleh masyarakat dengan kemampuan orator dalam menggunakan bahasa.
Tentunya hal ini diperlukan seni berbicara dalam menyampaikan kampanye. Adapun
kiat-kiat berbicara dalam kampanye politik yang harus diketahui oleh orator yaitu:
-
Meningkatkan
Kredibilitas Orator dalam Berbicara.
-
Meninggikan Daya
Pengaruh.
-
Mempertajam Argumen.
-
Menjaga Adab Berbicara.
-
Memahami Karakteristik
Intelektual dan Psikis Audiensi.
-
mengoptimalkan
perubahan keyakinan.
Adapun
gaya kampanye yang paling efektif dan paling berpengaruh yaitu seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Ketika beliau ‘menyampaikan’ Islam di tengah-tengah masyarakat jahiliah yang cenderung
memusuhi beliau
saw. ternyata kampanye yang
beliau lakukan menuai kesuksesan yang sangat luar biasa. Hanya dalam kurun
waktu 23 tahun, di Jazirah Arab telah berdiri kokoh sebuah peradaban yang mampu
merobohkan kebatilan dan kezaliman menjadi kebenaran dan keadilan. Rahasia
kesuksesan “kampanye” Rasulullah saw. Terletak pada:
-
Ketulusan dan keikhlasan Hati Semata-mata karena Allah
SWT.
-
Kesesuain Antara Kata
dan Perbuatan.
-
Mendahulukan Amal
daripada Wicara.
-
Bekerja untuk Umat Manusia Tanpa Menganal Momentum Pemilihan
Umum.
B. Saran
Dalam makalah ini kami selaku penyesun
telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencari dari berbagai sumber terhadap
topik yang akan dibahas. Namun, kami mengalami beberapa kesulitan terutama
dalam mencari sumber yang akan kami bahas.
Berbagai cara telah kami lakukan baik
mencari buku sumber dari perpustakaan kampus, maupun luar kampus. kami juga
telah mencari di berbagai situs internet namun topik yang dibahas tidak kami
temukan. Terpaksa kami hanya mendapatkan sumber dari satu buku saja yaitu dari buku Retorika Haraki karangan (Amirudin
Rahim).
Kami berharap kepada dosen yang
bersangkutan dapat memaklumi dan menjadi pertimbangan atas usaha yang telah
kami lakukan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca
pada umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Rahim, Amirudin. 2010. Retorika
Haraki. Solo: Era Adicitra Intermedia.